BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Ilmu
pengetahuan pada dasarnya lahir dan berkembang sebagai konsekuensi
dari usaha-usaha manusia baik untuk memahami realitas kehidupan dan
alam semesta maupun untuk menyelesaikan permasalahan hidup yang
dihadapi, serta mengembangkan dan melestarikan hasil yang sudah
dicapai oleh manusia sebelumnya. Usaha-usaha tersebut terakumulasi
sedemikian rupa sehingga membentuk tubuh ilmu pengetahuan yang
memiliki strukturnya sendiri.
Masalah
muncul ketika banyak ilmuwan beranggapan bahwa ilmu pengetahuan
haruslah dikembangkan tanpa adanya intervensi dari aspek lain,
khususnya nilai-nilai moral dan agama. Mereka beranggapan bahwa nilai
akan menghambat perkembangan ilmu pengetahuan karena adanya persepsi
baik-buruk, sehingga akan membatasi mana penerapan ilmu pengetahuan
yang bernilai baik dan boleh dilakukan, serta mana yang buruk
sehingga tidak boleh dilakukan. Serta diperlukannya etika dalam ilmu
pengetahuan. Yang menjadi masalah bukanlah karena ilmu pengetahuan
bersifat tanpa batas dan harus terus dikembangkan, namun terletak
pada sifat dasar manusia yang memiliki kecenderungan untuk melakukan
penyimpangan yang pada akhirnya justru mengakibatkan keburukan bagi
kaum manusia itu sendiri.
Mengingat
pentingnya bahasan tentang masalah bebas-nilai dalam ilmu
pengetahuan, Penulis melalui makalah ini mencoba mengkajinya dengan
harapan dapat memberikan wawasan keilmuan bagi penulis secara khusus
serta masyarakat secara umum, sehingga hasilnya dapat dijadikan
landasan dalam menykapi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan
ranah etika ataupun moral di dalam bahasan ilmu pengetahuan.I
- Rumusan Masalah
- Pengertian etika dan ilmu pengetahuan
- Bagaimana problem nilai dalam ilmu pengetahuan
- Apakah yang dimaksud paradigma bebas nilai dalam ilmu pengetahuan
- Apakah yang dimaksud paradigma tidak bebas nilai dalam ilmu pengetahuan
- Tujuan
- Mengetahui pengertian etika dan ilmu pengetahuan
- Mengetahui bagaimana problem nilai dalam ilmu pengetahuan
- Mengetahui bagaimana paradigma bebas nilai dalam ilmu pengetahuan
- Mengetahui bagaimana paradigma tidak bebas nilai dalam ilmu pengetahuan
BAB
II
PEMBAHASAN
- Etika dan Ilmu Pengetahuan
- Pengertian Etika
Dari
segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa
yunani, ”ethos”
yang berarti watak kesusilaan atau adat.Sedangkan
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu pengetahuan
tentang asas-asas akhlak (moral). Etika menurut filasafat dapat
disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang
buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat
diketahui oleh akal pikiran.
- Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu
pengetahuan diambil dari kata bahasa inggris science, yang berasal
dari bahasa latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti
mempelajari,mengetahui. Sedangkan menurut The Liang Gie (1987)
memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktifitas penelaahan yang
mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara
rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan
keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagi gejala
yang ingin dimengerti manusia.
Dalam
pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan
diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul
ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali
benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan
sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru
dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan
aroma masakan tersebut.
Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional.
Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional.
Macam-macam Ilmu Pengetahuan
- Pengetahuan Empiris
Pengetahuan
empiris dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila
seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan
gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga
bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi
berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin
organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang
manajemen organisasi.
- Pengetahuan Rasional
ada
pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian
dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan
pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman.
Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil
penjumlahan 3+1=4 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan
empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi.
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau
disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi
pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang
secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna.
- Problem Nilai Dalam Ilmu Pengetahuan
Pada
saat-saat tertentu dalam perkembangannya ilmu dan teknologi bertemu
dengan moral. Nilai moral yang utama adalah : apakah ilmu itu bebas
nilai. Ternyata penelitian ilmiah yang amat terspesialisasi menjadi
usaha yang semakin mahal, sehingga ketersediaan dana yang besar
sangat dibutuhkan.
Yang
membiayai penelitian ilmiah tentu sudah mempunyai maksud dan harapan
tertentu. Sehingga pada zaman ini perkembangan ilmu dan teknologi
hampir tidak dapat dipisahkan lagi dari kepentingan bisinis dan
politik/militer. Ilmu pada dirinya sendiri tidak langsung berhubungan
dengan nilai-nilai moral. Masalahnya tujuan ilmu sekarang ini bukan
lagi sekedar menjawab bagaimana-mengapa, atau semata memenuhi
semangat ingin tahu. Ilmuwan pun tak bisa lagi naif mengumandangkan,
'kami hanya mencari kebenaran'.
Mereka
dengan rendah hati harus mengakui, di balik karya yang menampilkan
daya agung memahami alam, tersembunyi tangan kuat ekonomi, politik,
atau militer. Ilmuwan tidak dapat berkarya tanpa dana untuk
penelitian mereka yang mahal. Einstein pernah berkata, “ilmuwan
adalah orang yang secara ekonomi paling tidak bebas”, sukses Wilmut
didukung Pharmaceutical Proteins Ltd. yang mengharap penerapan
komersialnya.
Ilmu
menjawab mengapa, tetapi ilmu dan terutama teknologi terikat pada
konteks. Ketika dimensi pragmatik memasuki wilayah ilmu, yang mungkin
akan terjadi adalah pencampuran asas kebenaran dengan manfaat. Ketika
itulah muncul pertanyaan, untuk siapa? Sering untuk siapa
melegitimasi proyek keilmuan yang ujungnya kepentingan politik atau
militer. Tidak terbayangkan kalau manusia klon terlaksana atas nama
untuk siapa yang eksklusif.
- Paradigma Bebas Nilai Dalam Ilmu Pengetahuan
Dalam
Bahasa Inggris sering disebut dengan istilah value free, yaitu
paradigma yang memandang ilmu secara otonom tidak memiliki
keterkaitan sama sekali dengan nilai. Ilmu terlepas dari segala
kepentingan apapun. Ia harus dikembangkan tanpa batasan-batasan,
sehingga akan dapat secara optimal mengalami perkembangan yang pesat.
Belenggu aturan-aturan seperti nilai moral dan agama hanya akan
menghambat perkembangan ilmu. Dalam bahasa yang sederhana, dapat
dikatakan bahwa tujuan ilmu adalah untuk ilmu.
Salah
satu pencetus pemikiran ini adalah ilmuwan Josep
Situmorang,
yang berpendapat bahwa ilmu bersifat bebas nilai melalui tiga
proposisi berikut:
Ilmu
harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai. Maksudnya adalah
bahwa ilmu harus bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor
ideologis, religious, kultural, dan sosial.
Diperlukan
adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu terjamin. Kebebasan di
sini menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
Penelitian
ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding
menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri itu bersifat
universal.
- Konsekuensi Logis
Dilihat
dari prinsipnya terhadap perkembangan ilmu, paham ini memandang bahwa
eksplorasi alam tanpa batas dapat dibenarkan selama hal tersebut
berpengaruh positif terhadap perkembangan ilmu dan teknologi.
Penggunaan gas CFC misalnya, yang terdapat pada lemari es dan AC,
dianggap sebagai hal yang benar meskipun menimbulkan dampak-dampak
ekologis berupa pemanasan global, disebabkan penemuan CFC merupakan
suatu perkembangan ilmu pengetahuan, dimana gas ini dapat
menghasilkan suhu dingin sehingga tercipta sebuah teknologi baru
berupa lemari es dan AC. Titik tekan dari paham ini adalah pada
seberapa jauh perkembangan ilmu dan teknologi, bukan pada dampak yang
ditimbulkan.
V
- Paradigma Tidak bebas Nilai Dalam Ilmu Pengetahuan
Dalam
Bahasa Inggris sering disebut dengan istilah value-bond,
yaitu paradigma yang memandang bahwa ilmu selalu terikat dengan
nilai. Ilmu dilandasi dan diawasi oleh nilai. Dilandasi berarti ilmu
diciptakan karena adanya tuntutan dari suatu nilai, entah nilai
kemanusiaan, keadilan, maupun kepraktisan. Misalnya, dilandasi dari
kebutuhan akan nilai keadilan, maka diciptakanlah ilmu hukum, dimana
di dalam ilmu tersebut dibahas bagaimana suatu keadilan dapat
diciptakan melalui pertimbangan yang matang.
Diawasi
berarti ilmu diberi batas-batas penjelajahan sehingga tidak merusak
tatanan hidup lainnya. Misalnya, dalam ilmu farmasi terdapat kode
etik di mana ilmuwan tidak boleh melakukan eksperimen pemberian obat
tertentu kepada manusia langsung, melainkan harus menggunakan hewan,
karena dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi manusia. Di sini, ilmu
farmasi tersebut diawasi oleh nilai kemanusiaan, sehingga memberikan
batasan bahwa dalam eksperimen bahan kimia, tidak boleh menggunakan
sampel manusia.
Seorang
ilmuwan Jerman, Jurgen
Habermas, mengatakan
bahwa seluruh ilmu, sekalipun ilmu alam, tidak mungkin bebas nilai
karena setiap ilmu selalu ada kepentingan-kepentingan. Dia membagi
kepentingan-kepentingan itu ke dalam tiga macam:
- Kepentingan Teknis Ilmu-ilmu Empiris-Analitis
- Kepentingan Praktis Ilmu-ilmu Historis
- Kepentingan Emansipatoris Ilmu-ilmu Kritis
- Konsekuensi Logis
Dilihat
dari prinsipnya terhadap perkembangan ilmu, paham ini memandang bahwa
setiap ilmu pasti memiliki kepentingan-kepentingan di belakangnya. Di
samping itu, ilmu juga diberi batas-batas penjelajahan sehingga tidak
mengganggu tatanan nilai kehidupan selainnya. Konsekuensinya, ilmu
dikembangkan harus didasarkan atas adanya kepentingan dan harus mau
dibatasi sehingga tidak mengganggu tatanan nilai lain di kehidupan
manusia. Misalkan, seseorang sedang mendalami Ilmu Sastra. Menurut
paham ini, orang itu mendalami sastra harus karena memang adanya
kebutuhan akan pemecahan masalah di bidang itu, misalnya orang pada
zaman ini masih perlu suatu hiburan di bidang sastra. Dan konsekuensi
lainnya adalah orang itu harus mau dibatasi dalam upaya pengembangan
ilmunya agar tidak merusak tatanan nilai lainnya. Misalnya, dalam
menulis sastra dia dilarang membuat karya yang bermuatan penghinaan
terhadap SARA, karena akan merusak nilai-nilai kesatuan dan
persudaraan antar sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar