Kamis, 27 Desember 2012

ETIKA ILMU PENGETAHUAN


BAB I
PENDAHULUAN
  • Latar Belakang
Ilmu pengetahuan pada dasarnya lahir dan berkembang sebagai konsekuensi dari usaha-usaha manusia baik untuk memahami realitas kehidupan dan alam semesta maupun untuk menyelesaikan permasalahan hidup yang dihadapi, serta mengembangkan dan melestarikan hasil yang sudah dicapai oleh manusia sebelumnya. Usaha-usaha tersebut terakumulasi sedemikian rupa sehingga membentuk tubuh ilmu pengetahuan yang memiliki strukturnya sendiri.
Masalah muncul ketika banyak ilmuwan beranggapan bahwa ilmu pengetahuan haruslah dikembangkan tanpa adanya intervensi dari aspek lain, khususnya nilai-nilai moral dan agama. Mereka beranggapan bahwa nilai akan menghambat perkembangan ilmu pengetahuan karena adanya persepsi baik-buruk, sehingga akan membatasi mana penerapan ilmu pengetahuan yang bernilai baik dan boleh dilakukan, serta mana yang buruk sehingga tidak boleh dilakukan. Serta diperlukannya etika dalam ilmu pengetahuan. Yang menjadi masalah bukanlah karena ilmu pengetahuan bersifat tanpa batas dan harus terus dikembangkan, namun terletak pada sifat dasar manusia yang memiliki kecenderungan untuk melakukan penyimpangan yang pada akhirnya justru mengakibatkan keburukan bagi kaum manusia itu sendiri.
Mengingat pentingnya bahasan tentang masalah bebas-nilai dalam ilmu pengetahuan, Penulis melalui makalah ini mencoba mengkajinya dengan harapan dapat memberikan wawasan keilmuan bagi penulis secara khusus serta masyarakat secara umum, sehingga hasilnya dapat dijadikan landasan dalam menykapi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan ranah etika ataupun moral di dalam bahasan ilmu pengetahuan.I
  • Rumusan Masalah
  • Pengertian etika dan ilmu pengetahuan
  • Bagaimana problem nilai dalam ilmu pengetahuan
  • Apakah yang dimaksud paradigma bebas nilai dalam ilmu pengetahuan
  • Apakah yang dimaksud paradigma tidak bebas nilai dalam ilmu pengetahuan


  • Tujuan
  • Mengetahui pengertian etika dan ilmu pengetahuan
  • Mengetahui bagaimana problem nilai dalam ilmu pengetahuan
  • Mengetahui bagaimana paradigma bebas nilai dalam ilmu pengetahuan
  • Mengetahui bagaimana paradigma tidak bebas nilai dalam ilmu pengetahuan


BAB II
PEMBAHASAN
  • Etika dan Ilmu Pengetahuan
  • Pengertian Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ”ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat.Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
  • Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa inggris science, yang berasal dari bahasa latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari,mengetahui. Sedangkan menurut The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktifitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagi gejala yang ingin dimengerti manusia.
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional.

Macam-macam Ilmu Pengetahuan
  • Pengetahuan Empiris
Pengetahuan empiris dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi.
  • Pengetahuan Rasional
ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil penjumlahan 3+1=4 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna.
  • Problem Nilai Dalam Ilmu Pengetahuan
Pada saat-saat tertentu dalam perkembangannya ilmu dan teknologi bertemu dengan moral. Nilai moral yang utama adalah : apakah ilmu itu bebas nilai. Ternyata penelitian ilmiah yang amat terspesialisasi menjadi usaha yang semakin mahal, sehingga ketersediaan dana yang besar sangat dibutuhkan.
Yang membiayai penelitian ilmiah tentu sudah mempunyai maksud dan harapan tertentu. Sehingga pada zaman ini perkembangan ilmu dan teknologi hampir tidak dapat dipisahkan lagi dari kepentingan bisinis dan politik/militer. Ilmu pada dirinya sendiri tidak langsung berhubungan dengan nilai-nilai moral. Masalahnya tujuan ilmu sekarang ini bukan lagi sekedar menjawab bagaimana-mengapa, atau semata memenuhi semangat ingin tahu. Ilmuwan pun tak bisa lagi naif mengumandangkan, 'kami hanya mencari kebenaran'.
Mereka dengan rendah hati harus mengakui, di balik karya yang menampilkan daya agung memahami alam, tersembunyi tangan kuat ekonomi, politik, atau militer. Ilmuwan tidak dapat berkarya tanpa dana untuk penelitian mereka yang mahal. Einstein pernah berkata, “ilmuwan adalah orang yang secara ekonomi paling tidak bebas”, sukses Wilmut didukung Pharmaceutical Proteins Ltd. yang mengharap penerapan komersialnya.
Ilmu menjawab mengapa, tetapi ilmu dan terutama teknologi terikat pada konteks. Ketika dimensi pragmatik memasuki wilayah ilmu, yang mungkin akan terjadi adalah pencampuran asas kebenaran dengan manfaat. Ketika itulah muncul pertanyaan, untuk siapa? Sering untuk siapa melegitimasi proyek keilmuan yang ujungnya kepentingan politik atau militer. Tidak terbayangkan kalau manusia klon terlaksana atas nama untuk siapa yang eksklusif.


  • Paradigma Bebas Nilai Dalam Ilmu Pengetahuan
Dalam Bahasa Inggris sering disebut dengan istilah value free, yaitu paradigma yang memandang ilmu secara otonom tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan nilai. Ilmu terlepas dari segala kepentingan apapun. Ia harus dikembangkan tanpa batasan-batasan, sehingga akan dapat secara optimal mengalami perkembangan yang pesat. Belenggu aturan-aturan seperti nilai moral dan agama hanya akan menghambat perkembangan ilmu. Dalam bahasa yang sederhana, dapat dikatakan bahwa tujuan ilmu adalah untuk ilmu.
Salah satu pencetus pemikiran ini adalah ilmuwan Josep Situmorang, yang berpendapat bahwa ilmu bersifat bebas nilai melalui tiga proposisi berikut:
Ilmu harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai. Maksudnya adalah bahwa ilmu harus bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor ideologis, religious, kultural, dan sosial.
Diperlukan adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu terjamin. Kebebasan di sini menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri itu bersifat universal.
  • Konsekuensi Logis
Dilihat dari prinsipnya terhadap perkembangan ilmu, paham ini memandang bahwa eksplorasi alam tanpa batas dapat dibenarkan selama hal tersebut berpengaruh positif terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Penggunaan gas CFC misalnya, yang terdapat pada lemari es dan AC, dianggap sebagai hal yang benar meskipun menimbulkan dampak-dampak ekologis berupa pemanasan global, disebabkan penemuan CFC merupakan suatu perkembangan ilmu pengetahuan, dimana gas ini dapat menghasilkan suhu dingin sehingga tercipta sebuah teknologi baru berupa lemari es dan AC. Titik tekan dari paham ini adalah pada seberapa jauh perkembangan ilmu dan teknologi, bukan pada dampak yang ditimbulkan.
V
  • Paradigma Tidak bebas Nilai Dalam Ilmu Pengetahuan
Dalam Bahasa Inggris sering disebut dengan istilah value-bond, yaitu paradigma yang memandang bahwa ilmu selalu terikat dengan nilai. Ilmu dilandasi dan diawasi oleh nilai. Dilandasi berarti ilmu diciptakan karena adanya tuntutan dari suatu nilai, entah nilai kemanusiaan, keadilan, maupun kepraktisan. Misalnya, dilandasi dari kebutuhan akan nilai keadilan, maka diciptakanlah ilmu hukum, dimana di dalam ilmu tersebut dibahas bagaimana suatu keadilan dapat diciptakan melalui pertimbangan yang matang.
Diawasi berarti ilmu diberi batas-batas penjelajahan sehingga tidak merusak tatanan hidup lainnya. Misalnya, dalam ilmu farmasi terdapat kode etik di mana ilmuwan tidak boleh melakukan eksperimen pemberian obat tertentu kepada manusia langsung, melainkan harus menggunakan hewan, karena dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi manusia. Di sini, ilmu farmasi tersebut diawasi oleh nilai kemanusiaan, sehingga memberikan batasan bahwa dalam eksperimen bahan kimia, tidak boleh menggunakan sampel manusia.
Seorang ilmuwan Jerman, Jurgen Habermas, mengatakan bahwa seluruh ilmu, sekalipun ilmu alam, tidak mungkin bebas nilai karena setiap ilmu selalu ada kepentingan-kepentingan. Dia membagi kepentingan-kepentingan itu ke dalam tiga macam:
  • Kepentingan Teknis Ilmu-ilmu Empiris-Analitis
  • Kepentingan Praktis Ilmu-ilmu Historis
  • Kepentingan Emansipatoris Ilmu-ilmu Kritis


  • Konsekuensi Logis
        Dilihat dari prinsipnya terhadap perkembangan ilmu, paham ini memandang bahwa setiap ilmu pasti memiliki kepentingan-kepentingan di belakangnya. Di samping itu, ilmu juga diberi batas-batas penjelajahan sehingga tidak mengganggu tatanan nilai kehidupan selainnya. Konsekuensinya, ilmu dikembangkan harus didasarkan atas adanya kepentingan dan harus mau dibatasi sehingga tidak mengganggu tatanan nilai lain di kehidupan manusia. Misalkan, seseorang sedang mendalami Ilmu Sastra. Menurut paham ini, orang itu mendalami sastra harus karena memang adanya kebutuhan akan pemecahan masalah di bidang itu, misalnya orang pada zaman ini masih perlu suatu hiburan di bidang sastra. Dan konsekuensi lainnya adalah orang itu harus mau dibatasi dalam upaya pengembangan ilmunya agar tidak merusak tatanan nilai lainnya. Misalnya, dalam menulis sastra dia dilarang membuat karya yang bermuatan penghinaan terhadap SARA, karena akan merusak nilai-nilai kesatuan dan persudaraan antar sesama.

Tidak ada komentar: